Hakekat sebenarnya Rasa Malu
Sahabat gudang syair, Malu adalah sebagian daripada Iman,
عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بِنْ عَمْرٍو الأَنْصَارِي الْبَدْرِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ . [رواه البخاري ]
"Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshary Al Badry radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya ungkapan yang telah dikenal orang-orang dari ucapan nabi-nabi terdahulu adalah: Jika engkau tidak malu perbuatlah apa yang engkau suka." (HR. Bukhari)
Saudaraku, Jika seseorang telah meninggalkan rasa malu, maka jangan harap lagi kebaikan darinya sedikitpun. Karena malu merupakan landasan akhlak mulia dan akan selalu bermuara pada kebaikan. Siapa yang banyak malunya lebih banyak kebaikannya, dan siapa yang sedikit rasa malunya semakin sedikit kebaikannya.
Rasa malu merupakan suatu perilaku yang dapat dibentuk. Maka setiap orang yang memiliki tanggung jawab hendaknya memperhatikan bimbingan terhadap mereka yang menjadi tanggung jawabnya. Di antara manfaat rasa malu adalah _‘Iffah_ (menjaga diri dari perbuatan tercela) dan _Wafa’_ (menepati janji). Rasa malu merupakan cabang iman yang wajib diwujudkan.
Saudaraku, Kita menumbuhkan rasa malu sesuai proporsinya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ ۖ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ ۚ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
Saudaraku, Allah Yang Maha Adil tidak meletakkan kebahagiaan itu pada rupa, harta, kekuasaan ataupun nama. Allah Azza wa Jalla meletakkan kebahagiaan pada ketenangan hati. Hati yang mampu dimiliki oleh si miskin maupun si kaya, si buruk maupun si jelita dan hamba maupun raja...
Di manakah akan kita temui ketenangan hati itu? Tidak ada jalan dan ihtiar lain kecuali kembali kepada Allah Azza wa Jalla.
Saudaraku, Kebahagiaan itu berada di dalam hati setiap manusia. Jadi kita tidak perlu membeli atau pergi mencari kebahagiaan itu...
Yang kita perlukan adalah hati yang bersih dan ikhlas serta pikiran yang jernih, maka kita bisa menciptakan rasa bahagia itu kapan pun, di manapun dan dengan kondisi apapun.
Kebahagiaan itu milik orang-orang yang pandai bersyukur. Jika kita tidak memiliki apa yang kita sukai, maka sukailah apa yang sudah kita miliki saat ini...
Saudaraku, Hidup itu terasa indah jika kita pandai bersyukur. Jika kita punya kedua mata untuk menatap masa depan, mengapa kita harus memejamkan mata untuk sekedar berkhayal?
Sungguh hidup ini indah bila saja kita mengerti tentang kehidupan. Hidup ini sangat indah jika kita bisa saling menghargai. Hidup ini akan jauh lebih indah jika tiada tersimpan rasa kebencian, karena kita hidup untuk saling melengkapi dan menyempurnakan...
Saudaraku, Hidup bukan tentang seberapa keras kita bisa memukul, tapi tentang seberapa keras kita bisa menerima pukulan dan tetap melangkah maju. Kesuksesan adalah hasil dari kesempurnaan, kerja keras, belajar dari pengalaman, loyalitas, dan kegigihan. Beberapa orang ketika bangun tidur ingin melanjutkan tidur untuk memimpikan kesuksesan, sementara yang lain segera bangun setiap dari tidur untuk mewujudkannya...
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa malu berbuat dosa sesukanya dan malu tidak pandai bersyukur untuk meraih ridha-Nya.