Seputar Zakat Fitrah Setiap Muslim Wajib Tau
1. Amil adalah orang orang yang diangkat oleh imam (pemerintah) untuk mengelola penarikan dan
penyaluran zakat. Praktiknya adalah BAZ dan turunannya.
2. Pengurus masjid, sekolah, RT yang mengangkat diri sendiri menjadi panitia zakat tidak bisa disebut amil, sehingga status mereka hanya menjadi wakil dari muzakki (pembayar zakat)
3. Zakat yang dibayarkan kepada amil hukumnya sudah sah karena amil termasuk salah satu ashnaf delapan sehingga muzakki sudah lepas kewajiban.
4. Sedangkan zakat yang diserahkan kepada panitia belum dikatakan sah sampai panitia mewakili muzakki menyerahkannya kepada mustahią ashnaf delapan.
5. Jika sampai maghrib hari idul fitri, zakat yang terkumpul di panitia (bukan amil) belum tersalurkan maka hukumnya haram karena mengulur zakat fitri melampaui batas waktunya.
6. Jika panitia menyalurkan zakat tidak sesuai sasaran mustahiq, misalnya diserahkan kepada ustadz kaya, dijual untuk biaya penyaluran, beli pembungkus, pembangunan sarana umum, ongkos panitia, maka panitia wajib mengganti dan menyalurkan sebagaimana mestinya.
7. Jika pada poin 5 dan 6 panitia tidak mau bertanggungjawab, maka muzakki tetap wajib membayar zakat ulang. Berbeda jika poin 5 dan 6 dilakukan oleh amil, maka muzakki tidak perlu mengganti lagi.
8. Karena status panitia hanyalah wakil muzakki, maka tidak boleh ada zakat yang disalurkan kembali
kepada muzakki atau kepada orang yang menjadi tanggungjawab nafkah muzakki. Misalnya Andrew membayar zakat di sekolah lalu oleh pantia sekolah zakat itu disalurkan kepada wali murid dan kebetulan zakat Andrew (meskipun sebagian) diterima oleh Prayitno ayah Andrew. Sama saja belum bayar zakat
9. Zakat fitrah adalah ibadah yang aturannya sudah ditentukan. Sebagaimana ibadah Qurban dan Aqiqah tidak bisa digantikan dengan bagi bagi uang tunai, zakat fitrah juga harus berupa bahan makan, tidak bisa digantikan dengan membayar uang tunai.
10. Bagi bagi uang tunai adalah sedekah yang mungkin lebih bernilai manfaat dari pada beras, akan tetapi ia tetap tidak bisa menggugurkan kewajiban zakat fitrah menurut 3 madzhab, kecuali Hanafiyah.
11. Solusi bagi yang kesulitan membayar zakat dengan bahan makan, bisa membayar dengan uang tunai dengan mengikuti ketentuan madzhab Hanafiyah yaitu uang tunai senilai 3.0Kg kurma, anggur,gandum atau 1.9kg gandum. Ingat, bukan senilai 2.7kg beras.
12. Solusi lain yaitu panitia menyediakan beras untuk dijual kepada muzakki yang hendak membayar dengan uang. Catatan, beras yang sudah dibeli dan dibayarkan sebagai zakat, tidak boleh dijual lagi oleh panitia kepada muzakki yang lain. Harus disalurkan ke mustahiq.
13. Tidak boleh memberikan zakat kepada orang yang nafkahnya sudah ditanggung, meskipun dia
miskin. Misalnya istri dan anak kecil yang sudah dicukupi nafkah oleh suami dan orang tuanya. Jika suami atau orang tuanya miskin maka berikan saja kepadanya bukan kepada anak istrinya.
14. Anak yatim tidak berhak menerima zakat. Jika dia punya banyak warisan maka dia termasuk kaya,jika dia tidak punya warisan maka nafkahnya harus ditanggung baitul mal atau umat Islam, bukan dari zakat. Kecuali jika benar benar tidak ada yang memberinya nafkah, boleh zakat diberikan melalui pengasuhnya.
15. Boleh memberikan zakat kepada keluarga dan kerabat bahkan lebih utama daripada diberikan kepada orang lain yang bukan kerabat. Asal mereka tergolong orang yang berhak (fakir miskin) dan bukan orang yang menjadi beban nafkah muzakki, misalnya anak, orang tua, dan istri.
16. Boleh juga diberikan kepada anak sendiri yang sudah dewasa, yang miskin, yang sudah tidak menjadi kewajiban nafkah bagi orang tuanya. Tidak boleh diberikan kepada anaknya yang masih kecil, dewasa tapi cacat, dan anak perempuan meskipun dewasa (karena selama belum bersuami masih wajib dinafkahi ayahnya dan ketika bersuami sudah ditanggung nafkah suaminya)
17. Kyai atau ustadz yang kaya, madrasah, pesantren, pembangunan masjid, tidak sah menjadi penerima zakat fitrah atas nama fakir miskin mapun sabilillah Silahkan ditambahkan atau direvisi dengan kitab rujukan
19. Tidak tertutup adanya perbedaan pendapat ulama akan tetapi untuk mengamalkan harus jelas dulu sumbernya sehingga bisa niat taqlid.
Wallahu A'lam Bisshowab