Bersandarlah Hanya kepada Allah SWT.
Sahabat se iman yang di rahmati Allah, Allah Azza wa Jalla telah memberikan peringatan kepada kita bahwa kondisi susah yang kita alami menjadikan diri kita semakin mendekat kepada Allah Azza wa Jalla itu jauh lebih baik dari pada kondisi senang tetapi menjadikan diri kita semakin menjauh dari Allah Azza wa Jalla,
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 216)
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa kondisi susah (miskin atau sakit) lebih baik bagi seorang hamba daripada kondisi senang (kaya dan sehat)...
Imam adz-Dzahabi dan Ibnu Katsir menukil dalam biografi sahabat yang mulia dan cucu kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa pernah disampaikan kepada beliau tentang ucapan sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu.
“Kemiskinan lebih aku sukai daripada kekayaan dan (kondisi) sakit lebih aku sukai daripada (kondisi) sehat.”Maka al-Hasan bin Ali berkata,
“Semoga Allah merahmati Abu Dzar, adapun yang aku katakan adalah, Barangsiapa yang bersandar kepada baiknya pilihan Allah untuknya, maka dia tidak akan mengangan-angankan sesuatu (selain keadaan yang telah Allah Azza wa Jalla pilihkan untuknya). Inilah batasan (sikap) selalu ridha (menerima) segala ketentuan takdir Allah Azza wa Jalla dalam semua keadaan yang Allah Azza wa Jalla berlakukan bagi hamba-Nya."
Karena biasanya seorang hamba lebih mudah bersabar menghadapi kesusahan daripada bersabar untuk tidak melanggar perintah Allah Azza wa Jalla dalam keadaan senang dan lapang, sebagaimana yang diisyaratkan dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
“Demi Allah, bukanlah kemiskinan yang aku takutkan akan merusak agama kalian, akan tetapi yang aku takutkan bagi kalian, adalah jika perhiasan dunia dibentangkan diijadikan berlimpah bagi kalian sebagaimana perhiasan dunia dibentangkan bagi umat terdahulu sebelum kalian, maka kalian pun berambisi dan berlomba-lomba mengejar dunia sebagaimana mereka berambisi dan berlomba-lomba mengejarnya, sehingga akibatnya dunia itu membinasakan kalian sebagaimana dunia membinasakan mereka.”
(HR. Al-Bukhari no.2988 dan Muslim no.2961).
Al-Hasan bin ‘Ali mengomentari ucapan Abu Dzar di atas dengan pemahaman agama yang lebih tinggi dan merupakan konsekuensi suatu kedudukan yang sangat agung dalam Islam, yaitu ridha kepada Allah Azza wa Jalla sebagai Rabb (Pencipta, Pengatur, Pelindung, dan Penguasa bagi alam semesta), yang berarti ridha juga kepada segala perintah dan larangan-Nya, kepada ketentuan takdir dan pilihan-Nya, serta kepada apa saja yang diberikan dan yang tidak diberikan oleh-Nya."
(Kitab Fiqhul Asma’il Husna hlm. 81)
Sikap ini merupakan ciri utama orang yang akan meraih manisnya dan sempurnanya iman, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Akan merasakan kelezatan (manisnya) iman, orang yang ridha dengan Allah Azza wa Jalla sebagai Rabb-Nya dan Islam sebagai agamanya serta (Nabi) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Rasulnya.”
(H.R Muslim no.34)
Saudaraku,
Bersandar dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla adalah sebaik-baik usaha untuk mendapatkan kebaikan dan kecukupan dari Allah Azza wa Jalla. Apa yang tampak pahit di mata manusia, ternyata penuh kebaikan di hadapan Allah Azza wa Jalla dan ternyata berakhir kebahagiaan tiada terkira menjadi anugerah yang begitu berharga,
واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا تَعْلمُوْنَ
"Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
(QS. Al-Baqarah: 216)
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga tetap istiqamah senantiasa bersyukur, bersabar dan ridha atas apa yang telah Allah Azza wa Jalla tetapkan untuk meraih ridha-Nya...
Aamiin Ya Rabb.